Pandangan Bahasa Tentang Jin
Dari segi bahasa al-Qur’an, kata jin berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari tiga huruf,
yaitu huruf jim ( ج ,( nuun ( ن ,( dan nuun ( ن .( Di mana menurut pakar bahasa, semua kata yang
terdiri dari rangkaian ketiga huruf di atas mengandung arti ketersembunyian atau ketertutupan.3
Sementara itu, Imam al-Syibli dalam kitabnya Ahkām al-Marjān fī Ahkam al-Jānn menjelaskan
bahwa disebut dengan jin karena secara bahasa artinya “yang tertutup”, “yang tersembunyi, dan
“yang terhalang”. Sehingga kata jin juga satu akar dengan kata “janin” atau bayi dalam
kandungan. Sebab, bayi dalam kandungan tidak dapat dilihat oleh mata telanjang karena tertutupi
atau terhalangi oleh perut. Satu akar kata juga dengan kata “majnun” atau “orang gila”. Hal ini
dikarenakan orang gila adalah orang yang kesehatan akalnya tertutup. Satu akar kata juga dengan
kata “jannah” atau “surga”. Hal ini dikarenakan hingga saat ini surga masih tersembunyi. Satu
akar kata juga dengan kata “al-Junnah” atau perisai. Hal ini dikarenakan perisai menutupi
seseorang dari gangguan orang lain, baik secara fisik maupun non fisik. Satu akar kata juga
dengan kata “janān” atau “hati”. Hal ini dikarenakan hati tidak dapat dilihat oleh mata telanjang
karena hati tertutupi oleh raga manusia.4 Maka dari itu, dalam pembahasan ini akan dijelaskan
tentang analaisis semantik dan semiotik tentang jin. berikut penjelasannya
1. Analisis Semantik
Menurut Quraish Shihab, dalam al-Qur’an setidaknya ditemukan lima kata yang sering
digunakan untuk menunjukan makhluk halus dari golongan jin, yaitu kata jin ( ّجن ,( jan ( ّجان
), jinnah ( ةّجن ,( iblis ( إبلیس ,( dan syaithan ( شیطان.( 5 Sementara itu, dalam kitab Mu’jam
Mufahras Li alfaẓ al-Qur’an kata jin dengan segala bentuk derivasinya disebutkan sebanyak
39 kali dalam 38 ayat dari 17 surat dengan tiga bentuk, yaitu jin ( ّجن ,( jan ( ّجان ,( dan jinnah
( ةّجن.( 6 Untuk memperjelas dan menemukan makna jin yang lebih mendalam, maka ketiga
lafaẓ tersebut akan dijelaskan dengan analisis semantik. Berikut penjelasanya:
a. Jin ( ّجن(
Dari segi bahasa al-Qur’an, kata jin berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari tiga
huruf, yaitu huruf jim ( ج ,( nūn ( ن ,( dan nūn ( ن .( Di mana menurut pakar bahasa, semua
kata yang terdiri dari rangkaian ketiga huruf di atas mengandung arti ketersembunyian atau
ketertutupan.
Sementara itu, Imam al-Syibli dalam kitabnya Ahkam al-Marjan fi Ahkam al-Jan
menjelaskan bahwa disebut dengan jin karena secara bahasa artinya “yang tertutup”, “yang
tersembunyi, dan “yang terhalang”. Sementara itu, menurut terminologi para ulama
berbeda pendapat. Raghib al-Asfahani mengartikan jin sebagai makhluk Allah yang tidak
bisa dilihat oleh manusia dengan mata telanjang. Selain itu, jin adalah makhluk yang
diciptakan dari api yang sangat panas.8 Menurut Ahsin W. Al-Hafidz dalam bukunya
Kamus Ilmu Al-Qur’an mendefinisikan jin sebagai makhluk halus yang tidak bisa
ditangkap oleh panca indera biasa. Sementara jenis makhluk ini ada yang kafir dan ada
yang mukmin.9 Sedangkan menurut Umar Sulaiman al-Asyqar jin adalah makhluk lain
selain manusia dan malaikat.10
Selanjutnya, kata jin dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 22 kali dalam 22 ayat
dari 11 surat, yakni QS. al-An’ām (6): 100, 112, 128, dan 130, QS. al-A’rāf (7): 38 dan
179, QS. al-Isrā’ (17): 88, QS. al-Kahfi (18): 50, QS. an-Naml (27): 17 dan 39, QS. Saba’
(34): 12, 14, dan 41, QS. Fuṣṣilat (41): 25 dan 29, QS. al-Aḥqāf (46): 18 dan 29, QS. ar- Raḥmān (55): 33, QS. aż-Żāriyāt (51): 56, dan QS. al-Jin (72): 1, 5, dan 6. Di mana
kesemuanya itu diartikan dengan makhluk halus (jin).
Hal yang menarik yang dibicarakan al-Qur’an tentang jin adalah kebiasaan al- Qur’an yang menyandingkan kata al-Jin dengan kata al-Ins. Di mana kata al-Jin
didahulukan dari kata al-Ins seperti dalam QS. QS. al-An’ām (6): 130, QS. al-A’raf (7): 38
dan 179, QS. an-Naml (27): 17, QS. Fuṣṣilat (41): 25 dan 29, QS. al-Aḥqaf (46): 18, QS.
ar-Raḥmān (55): 33, dan QS. Al-Dzariyat (51): 56. Untuk sampel, maka hanya diambil tiga
ayat, yakni, QS. al-An’ām (6): 130, QS. Fuṣṣilat (41): 25, dan QS. al-Aḥqāf (46): 18. Begitupun sebaliknya, kata al-Ins didahulukan dari kata al-Jin seperti dalam QS. QS. al- An’am (6): 112, QS. al-Isra’ (17): 88 dan QS. al-Jin (72): 5-6.
Jann ( ّجان(
Para ulama berbeda pendapat tentang maksud kata Jann. M. Quraish Shihab
dalam kitab tafsirnya menukil pendapatnya Imam al-Jauhari menyatakan bahwa Jann
sama dengan jin.12 Sementara itu, Imam ath-Thabāri dan al-Qurtubi dalam kitabnya
berpendapat bahwa Jann adalah iblis, dan iblis adalah bapak jenis jin.13
Selanjutnya, dalam al-Qur’an, kata Jann disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat
dari 4 surat, yakni QS. al-Ḥijr (15): 27, QS. an-Naml (27): 10, QS. al-Qaṣaṣ (28): 31, dan
QS. ar-Raḥmān (55): 15, 39, 56, dan 74.14 Di mana al-Qur’an mengartikan kata Jann
dengan dua pengertian.
Pertama, kata Jann diartikan dengan arti makhluk halus (Jin),
sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ḥijr (15): 27 dan QS. ar-Raḥmān (55): 15.
Kedua,kata Jann diartikan dengan arti seekor ular yang gesit, sebagaimana firman Allah dalam
QS. an-Naml (27): 10, QS. al-Qaṣaṣ (28): 31. c. Jinnah ( ةّجن(
Kata Jinnah, secara bahasa memiliki arti ketersembunyian atau ketertutupan.
Sedangkan secara istilah kata Jinnah diartikan sama halnya jin, yaitu sesuatu yang tidak
bisa dilihat secara kasat mata.15 Maka dari itu, kata Jinnah apabila ditinjau dari segi
bahasa, satu akar kata juga dengan kata “jannah” atau “surga”. Hal ini dikarenakan hingga
saat ini surga masih tersembunyi. Satu akar kata juga d dengan kata “al-Junnah” atau
perisai. Hal ini dikarenakan perisai menutupi seseorang dari gangguan orang lain, baik
secara fisik maupun non fisik.16
Selanjutnya, dalam al-Qur’an, kata Jinnah disebutkan sebanyak 10 kali dalam 9
ayat dari 7 surat, yakni QS. al-A’rāf (7): 184, QS. Hūd (11): 119, QS. al-Mu’minūn (23):
25 dan 70, QS. as-Sajdah (32): 13, QS. Saba’ (34): 8 dan 46, QS. aṣ-Ṣaffāt (37): 158, dan
QS. an-Nās (114): 6.17 Sama halnya dengan kata jann, kata jinnah juga oleh al-Qur’an
diartikan dengan dua pengertian. Pertama, kata jinnah diartikan dengan arti makhluk halus
(Jin). Berbeda dengan kata jin yang selalu disandingkan dengan kata ins, kata jinnah disini
selalu disandingkan dengan kata an-nas sebagaimana firman Allah dalam QS. Hūd (11):
119, QS. as-Sajdah (32): 13, QS. aṣ-Ṣaffāt (37): 158, dan QS. an-Nas (114): 6. Kedua, kata
jinnah diartikan dengan arti penyakit gila, sebagaimana firman Allah dalam QS. al-A’rāf
(7): 184, QS. al-Mu’minūn (23): 25 dan 70, dan QS. Saba’ (34): 8 dan 46.
Analisis Semiotik
Perlu diketahui, untuk mengetahui dan menemukan pengertian makna jin dalam al- Qur’an, penulis meminjam teori Theodor Noldeke yang membagi surat-surat dalam al-Qur’an
menjadi empat periode, yaitu: Periode Makkah Pertama, Periode Makkah Kedua, Periode
Makkah Ketiga, dan Periode Madinah. Berdasarkan periodisasi yang dilakukan oleh Noldeke,
maka urutan ayat-ayat al-Qur’an yang mengungkap lafaẓ jin dengan seluruh bentuk
derivasinya menjadi: 18 pertama, periode makkah pertama, dalam periode ini, lafaẓ jin dengan
seluruh bentuk derivasinya disebutkan sebanyak tujuh kali dalam tiga surat dengan tiga
bentuk, yaitu: lafaẓ jin dalam QS. Al-Dzariyat (51): 56 dan QS. ar-Raḥman (55): 33, lafaz
jānn dalam QS. ar-Raḥman (55): 15, 39, 56, dan 74, dan lafaẓ jinnah dalam QS. an-Nās (114):
6. Di mana ketiga lafaẓ tersebut bermakna jin dalam arti makhluk halus. Kedua, periode
makkah kedua, dalam periode makkah kedua, lafaẓ jin dengan seluruh bentuk derivasinya
disebutkan sebanyak 13 kali dalam tujuh surat dengan tiga bentuk, yaitu: lafaẓ jinnah dalam
QS. aṣ-Ṣaffat (37): 158, dan QS. al-Mu’minun (23): 25 dan 70, lafazh jann dalam QS. al-Ḥijr
(15): 27, dan QS. an-Naml (27): 10, dan lafaẓ jin dalam QS. al-Jin (72): 1, 5, dan 6, QS. an- Naml (27): 17 dan 39, QS. al-Isrā’ (17): 88, dan QS. al-Kahfi (18): 50. Dalam periode ini,
makna jin diartikan dengan tiga pengertian, yaitu jin, ular, dan penyakit gila.
Ketiga, periode makkah ketiga, dalam periode makkah ketiga, lafaẓ jin dengan seluruh
bentuk derivasinya disebutkan sebanyak 19 kali dalam delapan surat dengan tiga bentuk,
yaitu: lafaẓ jinnah dalam QS. as-Sajdah (32): 13, QS. Hūd (11): 119, QS. Saba’ (34): 8 dan 46, dan QS. al-A’rāf (7): 184, lafaẓ jin dalam QS. Fuṣṣilat (41): 25 dan 29, QS. Saba’ (34):
12, 14, dan 41, QS. al-A’rāf (7): 38 dan 179, QS. al-Aḥqāf (46): 18 dan 29, dan QS. al-An’ām
(6): 100, 112, 128, dan 130, dan lafaẓ jānn dalan QS. al-Qashash (28): 31. Dalam periode
ketiga juga, makna jin diartikan dengan tiga pengertian, yaitu jin, ular, dan penyakit gila.
Keempat, periode madinah, dalam periode ini, lafaẓ jin dengan seluruh bentuk derivasinya
tidak dibicarakan dalam al-Qur’an.19 Sehingga dari pembagian periodisasi di atas dapat
disimpulkan bahwa al-Qur’an memperkenalkan lafaẓ jin dengan tiga lafadz, yaitu jin ( ّجن ,( jān ( ّجان ,( dan jinnah ( ةّجن )
Insyaa Alloh akan bersambung...Semoga bermanfaat
0 comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan baik dan sopan